Kamis, 07 Februari 2008

Hermenutika, Rasionalisme dan positivisme dalaam seni musik

PENGARUH HERMENEUTIKA, RASIONALISME
DAN POSITIVISME DALAM SENI MUSIK

Bab I
Pendahuluan

HERMENEUTIKA Ada tiga komponen pokok hermeneutika. Kesatu, adanya tanda, pesan berita yang kerap berbentuk teks. Kedua, harus ada sekelompok penerima yang bertanya-tanya atau merasa “asing” terhadap pesan itu. ketiga, adanya perantara atau kurir antara kedua belah pihak. Terdapat dua aliran besar dalam hermeneutika, yaitu hermeneutika romantik oleh Schleiermacher dan hermeneutika fenomenologi Heidegger. Hermeneutika romantik Schleiermacher tidak terlepas dari konsepsi Schleiermacher mengenai bahasa dan praktik penafsiran. Memahami berarti mengarahkan perhatian pada suatu objek , yakni bahasa. Bahasa dapat dipahami sebagai dimensi supraindividual dan dimensi individual. Tugas utama seorang hermeneutik adalah membawa kembali kehandak makna yang menjadi jiwa suatu teks. Hermeneutik fenomenologi Heidegger merupakan sesuatu yang kontradiki. Fenomenologi adalah seni membiarkan fenomena berbicara sendiri, maka hermeneutika adalah seni melihat fenomen sebagai teks yang mengundang pertanyaan untuk kemudian diinterpretasikan. Hermeneutika fenomenologi hendak melepaskan diri dari kerangka epistimologi dimana subjek tidak lagi berhadapan dengan objek yang terhampar dihadapannya. Ia mengandaikan subjek selalu dan sudah berada di dunia yang selalu dan sudah bermakna—sebuah dunia yang bukan representasi. Fenomenologi
Fenomenologi adalah gerakan filsafat yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859 – 1838). Salah satu arus pemikiran yang paling berpengaruh pada abad ke-20. Sebut saja para filsuf seperti Ernst Cassier (neo-Kantianisme), Mc.Taggart (idealisme), Fregge (logisisme), Dilthey (hermeneutika) Kierkergaard (filsafat eksistensial), Derida (poststrukturalisme)—semuanya sedikit banyak mendapat pengaruh dari fenomenologi. Fenomenologi mencoba menepis semua asumsi yang mengkontaminasi pengalaman konkret manusia. Ini mengapa fenomenologi disebut sebagai cara berfilsafat yang radikal. Fenomenologi menekankan upaya menggapai “hal itu sendiri” lepas dari segala presuposisi. Langkah pertamanya adalah menghindari semu konstruksi, asumsi yang dipasang sebelum dan sekaligus mengarahkan pengalaman. Tak peduli apakah konstruksi filsafat, sains, agama, dan kebudayaan, semuanya harus dihindari sebis mungkin. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu sendiri. Fenomenologi menekankan perlunya filsafat melepaskan diri dari ikatan historis apapun—apakah itu tradisi metafisika, epistimologi, atau sains. Program utama fenomenologi adalah mengembalikan filsafat ke penghayatan sehari-hari subjek pengetahuan. Kembali ke kekayaan pengalaman manusia yang konkret, lekat, dan penuh penghayatan. Selain itu, fenomenologi juga menolak klaim representasionalisme epistimologi modern. Fenomenologi yang dipromosikan Husserl sebagai ilmu tanpa presuposisi. Ini bertolak belakang dengan modus filsafat sejak Hegel menafikan kemungkinannya ilmu pengetahuan tanpa presuposisi. Presuposisi yang menghantui filsafat selama ini adalah naturalisme dan psikologisme. Pengaruh fenomenologi sangat luas. Hampir semua disiplin keilmuan mendapatkan inspirasi dari fenomenologi. Psikologi, sosiologi, antropologi, sampai arsitektur semuanya memperoleh nafas baru dengan munculnya fenomenologi. Penyamarataan ilmu-ilmu humaniora dengan ilmu-ilmu mendapatkan tentangan keras dari filsuf-filsuf neo-Kantian yang menginginkan adanya pemilahan, baik sacara metodologis, ontologis, dan epistimologis antara ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu alam. Para Kantian merasa bahwa manusia tidak semata-mata ditentukan oleh hukum maupun bertindak secara rasional semata (animal rationale), melainkan juga memiliki kekayaan batin (emosi, kehendak, disposisi) yang tidak dapat diukur begitu saja dengan model-model ilmu alam. Salah satu neo-Kantian dari Mahzab Marburg bernama Ernst Cassier mengungkapkan konsepnya tentang manusia sebagai animal symbolicum (makhluk simbolik) konsepnya ini menentang konsep manusia yang dideterminasi oleh daya-daya atau stimulan-stimulan eksternal seperti halnya benda-benda fisik. Cassier menolak pandangan naturalisme yang dianut ilmu-ilmu alam (ada realitas material eksternal yang berjalan secara deterministik dan independen dari subjek). Rasionalisme Pengaruh Rasionalisme bukan hanya masuk ke dalam teknik komposisi namun juga struktur suatu komposisi. Hal ini bukan baru ditemukan dalam periode Klasikal, Vivaldi (komposer zaman Baroque) mengatakan dalam musik harus ada predictability, salah satu aesthetic pleasure dalam musik dapat timbul dari ekspektasi yang terpuaskan. Contohnya suatu refrain dalam lagu hymn, refrain tersebut tidak dinyanyikan terus menerus namun dinyanyikan selang satu ayat. Ada suatu kepuasan tertentu sewaktu kita kembali menyanyikan refrain yang sama dan sudah diketahui bukan? Maka dalam musiknya, Vivaldi biasanya menggubah suatu ritornello (kata refrain berasal dari kata ini) yang muncul beberapa kali didalam suatu karya. Bentuk ini dinamakan concerto dan menjadi sangat popular. Periode Klasikal meneruskan strukturisasi ini, dan bentuk-bentuk seperti Sonata, Symphony, String Quartet yang kita kenal pada zaman ini adalah hasil standardisasi pada periode Klasikal. Misalnya Sonata pada zaman sebelumnya hanya berarti ”untuk berbunyi”, namun pada zaman Klasikal kata Sonata menunjuk khususnya pada Sonata form, yaitu struktur musik yang mengatur progresi suatu karya dalam tangga nada yang berbeda-beda sehingga terdengar jelas dan teratuR.
Bab II
Pembahasan
HERMENEUTIKA, RASIONALISME, DAN POSITIVISME DALAM SENI MUSIK
Dalam zaman Renaissance dan Baroque masih banyak komponis-komponis yang takut akan Tuhan seperti Palestrina, Lassus, Schütz, atau Bach, maka dalam periode Klasikal komponis-komponis besar seperti Mozart dan Beethoven hidupnya tidak beres; Mozart menganut Freemason, Beethoven sangat dipengaruhi Pantheism; Haydn mungkin perkecualian, tetapi ia seorang Katolik. Di sinilah kita dapat belajar mengaplikasikan prinsip bahwa segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Rasio adalah ciptaan Allah; lewat prinsip penciptaan kita sekali lagi melihat bahwa hubungan keteraturan, keseimbangan memang adalah kebenaran Allah. Musik yang memakai prinsip demikian jelas bukanlah musik yang salah. Kedua, dalam kedaulatan Tuhan, berkat yang hendak Ia berikan pada manusia tidak akan berubah hanya karena motivasi manusia yang terpengaruh oleh dosa. Mozart mungkin tidak mempunyai kepercayaan yang benar, namun sadar tidak sadar dalam karyanya ia telah menuruti prinsip wahyu umum yang Tuhan berikan. Dalam artikel edisi lalu Saudari Stanly Maria sudah menjelaskan mengenai hal ini.
Salah satu alasan mengapa oratorio The Creation adalah musik yang sangat baik adalah karena prinsip keteraturan sangat nyata dalam topik penciptaan. Tapi karyanya yang lain, The Seven Last Words of Christ, jika dibandingkan dengan St. Matthew Passion karya Bach tetap berbeda jauh. Kesedihan yang Bach utarakan menembus batas rasio, sedangkan kesedihan dalam karya Haydn terkesan dibatasi logika dan proses kognitif.
Pada awalnya dampak dari semangat ini dalam musik hanya berakibat eksperimentasi dari pihak komponis; ekspresi hal-hal yang misterius dan di luar logika tidak bisa lagi hanya terpaku dalam sistem yang sudah eksis. Maka ilmu harmoni dan sistem tangga nada yang menjadi warisan zaman-zaman sebelumnya dilebarkan ke dalam area-area yang sebelumnya tidak digunakan. Kromatisasi, misalnya, dulu digunakan hanya sebagai suplemen, namun musik Romantik menggunakan kromatisasi bukan sebagai bumbu tapi sebagai lauk-pauk. Secara harmoni, musik Romantik juga menggunakan chord progression yang bersifat kromatik yang menyebabkan efek ambiguitas tonal; yaitu suatu lagu yang tidak terlalu jelas berada di tangga nada apa.
Tidak semua musik Romantik mempunyai ekstrimisme yang demikian tentunya, khususnya karya-karya yang digubah pada pertengahan pertama abad ke-19 masih mempunyai keseimbangan antara ekspresi emosi dan aturan musik, khususnya oleh komponis-komponis yang cenderung old-fashioned seperti Johannes Brahms, Felix Mendelssohn, Robert Schumann, dan lain lain. Mendelssohn. Romantik karyanya mempunyai kekuatan dramatis dan emosional yang sangat dalam tapi tanpa kehilangan keteraturan. Dua oratorionya, St. Paul dan Elijah adalah beberapa karya teragung sepanjang zaman.. Symphony terakhir Tchaikovsky yang dielu-elukan sebagai karya terbaiknya, menurut adiknya, Modest Tchaikovsky, adalah ekspresi kefrustrasian Tchaikovsky terhadap dunia yang menyerang homoseksualitasnya.
Bab III
Penutup
Pengaruh yang luar biasa terhadap dunia musik. Kebebasan yang dibawa oleh periode Romantik bukan hanya mendefinisikan ulang apa itu musik dan keindahan, tapi juga kehidupan. Dan seperti kuda lepas dari kandang, kebebasan ini akhirnya menjadi kebablasan. Musik dari zaman Renaissance sampai Klasikal adalah musik yang digubah dengan mengetahui batas-batas ekspresi. Seperti yang sudah dibahas, musik Klasikal dibatasi oleh persepsi logika, musik Baroque dilimitasi oleh ilmu harmoni warisan zaman Renaissance, dan musik Renaissance sedikit banyak dilimitasi berdasarkan hubungan numeral. Bach dalam St. Matthew Passion telah menuliskan satu melodi yang begitu menyayat hati, yaitu ketika Petrus menyesal setelah ia menyangkal Tuhannya kali ketiga. Tapi sewaktu kita mendengarnya tentu tidak seperti mendengar orang yang menangis meraung-raung yang sudah pasti tidak akan terdengar musikal sama sekali. Dalam musik Baroque, tangisan pun mempunyai melodi yang mengikuti aturan musik. Namun atas nama ekspresi, gerakan Romantik tidak mau berhenti sampai di sini. Pada akhirnya, musik Romantik hancur dibawah beratnya sendiri.
Pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subjek diluar fakta, menolak segala penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk menelaah fakta. Atas kesuksesan teknologi industri abad XVIII, positivisme mengembangkan pemikiran tentang ilmu pengetahuan universal bagi kehidupan manusia, sehingga berkembang etika, politik, dan lain-lain sebagai disiplin ilmu, yang tentu saja positivistik. Positivisme mengakui eksistensi dan menolak esensi. Ia menolak setiap definisi yang tidak bisa digapai oleh pengetahuan manusia. Bahkan ia juga menolak nilai (value). Dasar dari pandangan positivistik dari ilmu sosial budaya tersebut yakni adanya anggapan bahwa (a) gejala sosial budaya merupakan bagian dari gejala alami, (b) ilmu sosial budaya juga harus dapat merumuskan hukum-hukum atau generalisasi-generalisasi yang mirip dalil hukum alam, (c) berbagai prosedur serta metode penelitian dan analisis yang ada dan telah berkembang dalam ilmu-ilmu alam dapat dan perlu diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial budaya. Akibatnya, ilmu sosial budaya menjadi bersifat predictive dan explanatory sebagaimana halnya dengan ilmu alam dan ilmu pasti. Generalisasi-generalisasi tersebut merangkum keseluruhan fakta yang ada namun sering kali menegasikan adanya “contra-mainstream”. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan dijelaskan secara matematis dan fisis.










Daftar Pustaka

http://veggy-wetpaint.com/page/Fenomenologi, hermeneutika, Positivisme. 2008
http://pdskjijaya.org/index.php?option.com. 2008

Tidak ada komentar: