Kamis, 07 Februari 2008

Hermenutika, Rasionalisme dan positivisme dalaam seni musik

PENGARUH HERMENEUTIKA, RASIONALISME
DAN POSITIVISME DALAM SENI MUSIK

Bab I
Pendahuluan

HERMENEUTIKA Ada tiga komponen pokok hermeneutika. Kesatu, adanya tanda, pesan berita yang kerap berbentuk teks. Kedua, harus ada sekelompok penerima yang bertanya-tanya atau merasa “asing” terhadap pesan itu. ketiga, adanya perantara atau kurir antara kedua belah pihak. Terdapat dua aliran besar dalam hermeneutika, yaitu hermeneutika romantik oleh Schleiermacher dan hermeneutika fenomenologi Heidegger. Hermeneutika romantik Schleiermacher tidak terlepas dari konsepsi Schleiermacher mengenai bahasa dan praktik penafsiran. Memahami berarti mengarahkan perhatian pada suatu objek , yakni bahasa. Bahasa dapat dipahami sebagai dimensi supraindividual dan dimensi individual. Tugas utama seorang hermeneutik adalah membawa kembali kehandak makna yang menjadi jiwa suatu teks. Hermeneutik fenomenologi Heidegger merupakan sesuatu yang kontradiki. Fenomenologi adalah seni membiarkan fenomena berbicara sendiri, maka hermeneutika adalah seni melihat fenomen sebagai teks yang mengundang pertanyaan untuk kemudian diinterpretasikan. Hermeneutika fenomenologi hendak melepaskan diri dari kerangka epistimologi dimana subjek tidak lagi berhadapan dengan objek yang terhampar dihadapannya. Ia mengandaikan subjek selalu dan sudah berada di dunia yang selalu dan sudah bermakna—sebuah dunia yang bukan representasi. Fenomenologi
Fenomenologi adalah gerakan filsafat yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859 – 1838). Salah satu arus pemikiran yang paling berpengaruh pada abad ke-20. Sebut saja para filsuf seperti Ernst Cassier (neo-Kantianisme), Mc.Taggart (idealisme), Fregge (logisisme), Dilthey (hermeneutika) Kierkergaard (filsafat eksistensial), Derida (poststrukturalisme)—semuanya sedikit banyak mendapat pengaruh dari fenomenologi. Fenomenologi mencoba menepis semua asumsi yang mengkontaminasi pengalaman konkret manusia. Ini mengapa fenomenologi disebut sebagai cara berfilsafat yang radikal. Fenomenologi menekankan upaya menggapai “hal itu sendiri” lepas dari segala presuposisi. Langkah pertamanya adalah menghindari semu konstruksi, asumsi yang dipasang sebelum dan sekaligus mengarahkan pengalaman. Tak peduli apakah konstruksi filsafat, sains, agama, dan kebudayaan, semuanya harus dihindari sebis mungkin. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu sendiri. Fenomenologi menekankan perlunya filsafat melepaskan diri dari ikatan historis apapun—apakah itu tradisi metafisika, epistimologi, atau sains. Program utama fenomenologi adalah mengembalikan filsafat ke penghayatan sehari-hari subjek pengetahuan. Kembali ke kekayaan pengalaman manusia yang konkret, lekat, dan penuh penghayatan. Selain itu, fenomenologi juga menolak klaim representasionalisme epistimologi modern. Fenomenologi yang dipromosikan Husserl sebagai ilmu tanpa presuposisi. Ini bertolak belakang dengan modus filsafat sejak Hegel menafikan kemungkinannya ilmu pengetahuan tanpa presuposisi. Presuposisi yang menghantui filsafat selama ini adalah naturalisme dan psikologisme. Pengaruh fenomenologi sangat luas. Hampir semua disiplin keilmuan mendapatkan inspirasi dari fenomenologi. Psikologi, sosiologi, antropologi, sampai arsitektur semuanya memperoleh nafas baru dengan munculnya fenomenologi. Penyamarataan ilmu-ilmu humaniora dengan ilmu-ilmu mendapatkan tentangan keras dari filsuf-filsuf neo-Kantian yang menginginkan adanya pemilahan, baik sacara metodologis, ontologis, dan epistimologis antara ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu alam. Para Kantian merasa bahwa manusia tidak semata-mata ditentukan oleh hukum maupun bertindak secara rasional semata (animal rationale), melainkan juga memiliki kekayaan batin (emosi, kehendak, disposisi) yang tidak dapat diukur begitu saja dengan model-model ilmu alam. Salah satu neo-Kantian dari Mahzab Marburg bernama Ernst Cassier mengungkapkan konsepnya tentang manusia sebagai animal symbolicum (makhluk simbolik) konsepnya ini menentang konsep manusia yang dideterminasi oleh daya-daya atau stimulan-stimulan eksternal seperti halnya benda-benda fisik. Cassier menolak pandangan naturalisme yang dianut ilmu-ilmu alam (ada realitas material eksternal yang berjalan secara deterministik dan independen dari subjek). Rasionalisme Pengaruh Rasionalisme bukan hanya masuk ke dalam teknik komposisi namun juga struktur suatu komposisi. Hal ini bukan baru ditemukan dalam periode Klasikal, Vivaldi (komposer zaman Baroque) mengatakan dalam musik harus ada predictability, salah satu aesthetic pleasure dalam musik dapat timbul dari ekspektasi yang terpuaskan. Contohnya suatu refrain dalam lagu hymn, refrain tersebut tidak dinyanyikan terus menerus namun dinyanyikan selang satu ayat. Ada suatu kepuasan tertentu sewaktu kita kembali menyanyikan refrain yang sama dan sudah diketahui bukan? Maka dalam musiknya, Vivaldi biasanya menggubah suatu ritornello (kata refrain berasal dari kata ini) yang muncul beberapa kali didalam suatu karya. Bentuk ini dinamakan concerto dan menjadi sangat popular. Periode Klasikal meneruskan strukturisasi ini, dan bentuk-bentuk seperti Sonata, Symphony, String Quartet yang kita kenal pada zaman ini adalah hasil standardisasi pada periode Klasikal. Misalnya Sonata pada zaman sebelumnya hanya berarti ”untuk berbunyi”, namun pada zaman Klasikal kata Sonata menunjuk khususnya pada Sonata form, yaitu struktur musik yang mengatur progresi suatu karya dalam tangga nada yang berbeda-beda sehingga terdengar jelas dan teratuR.
Bab II
Pembahasan
HERMENEUTIKA, RASIONALISME, DAN POSITIVISME DALAM SENI MUSIK
Dalam zaman Renaissance dan Baroque masih banyak komponis-komponis yang takut akan Tuhan seperti Palestrina, Lassus, Schütz, atau Bach, maka dalam periode Klasikal komponis-komponis besar seperti Mozart dan Beethoven hidupnya tidak beres; Mozart menganut Freemason, Beethoven sangat dipengaruhi Pantheism; Haydn mungkin perkecualian, tetapi ia seorang Katolik. Di sinilah kita dapat belajar mengaplikasikan prinsip bahwa segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Rasio adalah ciptaan Allah; lewat prinsip penciptaan kita sekali lagi melihat bahwa hubungan keteraturan, keseimbangan memang adalah kebenaran Allah. Musik yang memakai prinsip demikian jelas bukanlah musik yang salah. Kedua, dalam kedaulatan Tuhan, berkat yang hendak Ia berikan pada manusia tidak akan berubah hanya karena motivasi manusia yang terpengaruh oleh dosa. Mozart mungkin tidak mempunyai kepercayaan yang benar, namun sadar tidak sadar dalam karyanya ia telah menuruti prinsip wahyu umum yang Tuhan berikan. Dalam artikel edisi lalu Saudari Stanly Maria sudah menjelaskan mengenai hal ini.
Salah satu alasan mengapa oratorio The Creation adalah musik yang sangat baik adalah karena prinsip keteraturan sangat nyata dalam topik penciptaan. Tapi karyanya yang lain, The Seven Last Words of Christ, jika dibandingkan dengan St. Matthew Passion karya Bach tetap berbeda jauh. Kesedihan yang Bach utarakan menembus batas rasio, sedangkan kesedihan dalam karya Haydn terkesan dibatasi logika dan proses kognitif.
Pada awalnya dampak dari semangat ini dalam musik hanya berakibat eksperimentasi dari pihak komponis; ekspresi hal-hal yang misterius dan di luar logika tidak bisa lagi hanya terpaku dalam sistem yang sudah eksis. Maka ilmu harmoni dan sistem tangga nada yang menjadi warisan zaman-zaman sebelumnya dilebarkan ke dalam area-area yang sebelumnya tidak digunakan. Kromatisasi, misalnya, dulu digunakan hanya sebagai suplemen, namun musik Romantik menggunakan kromatisasi bukan sebagai bumbu tapi sebagai lauk-pauk. Secara harmoni, musik Romantik juga menggunakan chord progression yang bersifat kromatik yang menyebabkan efek ambiguitas tonal; yaitu suatu lagu yang tidak terlalu jelas berada di tangga nada apa.
Tidak semua musik Romantik mempunyai ekstrimisme yang demikian tentunya, khususnya karya-karya yang digubah pada pertengahan pertama abad ke-19 masih mempunyai keseimbangan antara ekspresi emosi dan aturan musik, khususnya oleh komponis-komponis yang cenderung old-fashioned seperti Johannes Brahms, Felix Mendelssohn, Robert Schumann, dan lain lain. Mendelssohn. Romantik karyanya mempunyai kekuatan dramatis dan emosional yang sangat dalam tapi tanpa kehilangan keteraturan. Dua oratorionya, St. Paul dan Elijah adalah beberapa karya teragung sepanjang zaman.. Symphony terakhir Tchaikovsky yang dielu-elukan sebagai karya terbaiknya, menurut adiknya, Modest Tchaikovsky, adalah ekspresi kefrustrasian Tchaikovsky terhadap dunia yang menyerang homoseksualitasnya.
Bab III
Penutup
Pengaruh yang luar biasa terhadap dunia musik. Kebebasan yang dibawa oleh periode Romantik bukan hanya mendefinisikan ulang apa itu musik dan keindahan, tapi juga kehidupan. Dan seperti kuda lepas dari kandang, kebebasan ini akhirnya menjadi kebablasan. Musik dari zaman Renaissance sampai Klasikal adalah musik yang digubah dengan mengetahui batas-batas ekspresi. Seperti yang sudah dibahas, musik Klasikal dibatasi oleh persepsi logika, musik Baroque dilimitasi oleh ilmu harmoni warisan zaman Renaissance, dan musik Renaissance sedikit banyak dilimitasi berdasarkan hubungan numeral. Bach dalam St. Matthew Passion telah menuliskan satu melodi yang begitu menyayat hati, yaitu ketika Petrus menyesal setelah ia menyangkal Tuhannya kali ketiga. Tapi sewaktu kita mendengarnya tentu tidak seperti mendengar orang yang menangis meraung-raung yang sudah pasti tidak akan terdengar musikal sama sekali. Dalam musik Baroque, tangisan pun mempunyai melodi yang mengikuti aturan musik. Namun atas nama ekspresi, gerakan Romantik tidak mau berhenti sampai di sini. Pada akhirnya, musik Romantik hancur dibawah beratnya sendiri.
Pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan. Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subjek diluar fakta, menolak segala penggunaan metoda di luar yang digunakan untuk menelaah fakta. Atas kesuksesan teknologi industri abad XVIII, positivisme mengembangkan pemikiran tentang ilmu pengetahuan universal bagi kehidupan manusia, sehingga berkembang etika, politik, dan lain-lain sebagai disiplin ilmu, yang tentu saja positivistik. Positivisme mengakui eksistensi dan menolak esensi. Ia menolak setiap definisi yang tidak bisa digapai oleh pengetahuan manusia. Bahkan ia juga menolak nilai (value). Dasar dari pandangan positivistik dari ilmu sosial budaya tersebut yakni adanya anggapan bahwa (a) gejala sosial budaya merupakan bagian dari gejala alami, (b) ilmu sosial budaya juga harus dapat merumuskan hukum-hukum atau generalisasi-generalisasi yang mirip dalil hukum alam, (c) berbagai prosedur serta metode penelitian dan analisis yang ada dan telah berkembang dalam ilmu-ilmu alam dapat dan perlu diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial budaya. Akibatnya, ilmu sosial budaya menjadi bersifat predictive dan explanatory sebagaimana halnya dengan ilmu alam dan ilmu pasti. Generalisasi-generalisasi tersebut merangkum keseluruhan fakta yang ada namun sering kali menegasikan adanya “contra-mainstream”. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan dijelaskan secara matematis dan fisis.










Daftar Pustaka

http://veggy-wetpaint.com/page/Fenomenologi, hermeneutika, Positivisme. 2008
http://pdskjijaya.org/index.php?option.com. 2008

Implementasi TQM in Education

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU TERPADU (TQM)
DI BIDANG PENDIDIKAN

I. Pendahuluan
Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem manajemen yang disebut TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu. Pada prinsipnya sistem manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari seluruh anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah. Penerapan TQM berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan.
Sebelum hal itu tercapai, maka semua pihak yang terlibat dalam proses akademis, mulai dari komite sekolah, kepala sekolah, kepala tata usaha, guru, siswa sampai dengan karyawan harus benar – benar mengerti hakekat dan tujuan pendidikan ini. Dengan kata lain, setiap individu yang terlibat harus memahami apa tujuan penyelenggaraan pendidikan. Tanpa pemahaman yang menyeluruh dari individu yang terlibat, tidak mungkin akan diterapkan TQM.
Dalam ajaran TQM, lembaga pendidikan (sekolah) harus menempatkan siswa sebagai “klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai “ stakeholders” yang terbesar, maka suara siswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis langkah organisasi sekolah. Tanpa suasana yang demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak – pihak tertentu yang seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan (Adnan Sandy Setiawan : 2000),
Penerapan TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antara siswa dengan guru, antara siswa dengan kepala sekolah, antara guru dan kepala sekolah, singkatnya adalah kebebasan berpendapat dan keterbukaan antara seluruh warga sekolah. Pentransferan ilmu tidak lagi bersifat one way communication, melainkan two way communication. Ini berkaitan dengan budaya akademis.
Selain kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan informasi. Harus ada informasi yang jelas mengenai arah organisasi sekolah, baik secara internal organisasi maupun secara nasional. Secara internal, manajemen harus menyediakan informasi seluas- luasnya bagi warga sekolah. Termasuk dalam hal arah organisasi adalah progran – program, serta kondisi finansial.
Singkatnya, TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung tinggi efisiensi. Sistem manajemen ini sangat meminimalkan proses birokrasi. Sistem sekolah yang birokratis akan menghambat potensi perkembangan sekolah itu sendiri.
II. PERMASALAHAN
Permasalahan yang ingin penulis kupas dalam paper ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Mutu Terpadu (TQM) ?
2. Apa yang menjadi kesulitan implementasi TQM di bidang Pendidikan ?
3. Apa yang menjadi indikator keberhasilan implementasi TQM di bidang pendidikan ?
III. TUJUAN PENULISAN
Dari permasalahan yang penulis pilih, penulis mempunyai tujuan :
1. Menjelaskan pengertian Manajemen Mutu Terpadu (TQM).
2. Menjelaskan kesulitan – kesulitan implementasi TQM di bidang pendidikan.
3. Mengidentifikasi indikator – indikator keberhasilan implementasi TQM di bidang pendidikan.
IV. PEMBAHASAN
Dalam era kemandirian sekolah dan era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), tugas dan tanggung jawab yang pertama dan yang utama dari pimpinan skolah adalah menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi semakin efektif, dalam arti menjadi semakin bermanfaat bagi sekolah itu sendiri dan bagi masyarakat luas penggunanya. (Thomas B. Santoso : 2001). Agar tugas dan tanggung jawab para pemimpin sekolah tersebut menjadi nyata, kiranya kepala sekolah perlu memahami, mendalami dan menerapkan beberapa konsep ilmu manajemen yang dewasa ini telah dikembang-mekarkan oleh pemikir – pemikir dalam dunia bisnis. Salah satu ilmu manajemen yang dewasa ini banyak diadopsi adalah TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu.
A. Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Manajemen Mutu Terpadu sangat populer di lingkungan organisasi profit, khususnya di lingkungan berbagi badan usaha/perusahaan dan industri, yang telah terbukti keberhasilannya dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya masing – masing dalam kondisi bisnis yang kompetitif. Kondisi seperti ini telah mendorong berbagai pihak untuk mempraktekannya di lingkungan organisasi non profit termasuk di lingkungan lembaga pendidikan.
Menurut Hadari Nawari (2005:46) Manajemen Mutu Terpadu adalah manejemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development). Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang harus diintegrasi pula dengan pentahapan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen, agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai yang berkualitas. Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui tahapan perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan metode kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
Menurut Cassio seperti yang dikutip oleh Hadari Nawawi (2005 : 127), ia memberi pengertian bahwa “TQM, a philosophy and set of guiding principles that represent the foundation of a continuosly improving organization, include seven broad components :
1. A focus on the customer or user of a product or service, ensuring the customer’s need an expectations are satisfied consistenly.
2. Active leadership from executives to establish quality as a fundamental value to be incorporated into a company’s managemen philosophy.
3. Quality concept (e.g. statistical process control or computer assisted design, engineering, and manufacturing) that are thoroughly integrated throughout all activities of or a company.
4. A corporate culture, established and reinforced by top executives, that involves all employees in contributing to quality improvement.
5. A focus on employee involvement, teamwork, and training at all levels in order to strengthen employee commitment to continous quality improvement.
6. An approach to problem solving that is base on continously gathering, evaluating, and acting on facts and data is a systematic manner.
7. Recognition of supliers as full partners in quality management process.
Pengertian lain dikemukakan oleh Santoso yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) yang mengatakan bahwa “ TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorentasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi”. Di samping itu Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) menyatakan pula bahwa “ Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, Hadari Nawawi (2005 : 127) mengemukakan tentang karakteristik TQM sebagai berikut :
1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
2. Memiliki opsesi yang tinggi terhadap kualitas
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
4. Memiliki komitmen jangka panjang.
5. Membutuhkan kerjasama tim
6. Memperbaiki proses secara kesinambungan
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
8. Memberikan kebebasan yang terkendali
9. Memiliki kesatuan yang terkendali
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
B. Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan
Di lingkungan organisasi non profit, khususnya pendidikan, penetapan kualitas produk dan kualitas proses untuk mewujudkannya, merupakan bagian yang tidak mudah dalam pengimplementasian Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Kesulitan ini disebabkan oleh karena ukuran produktivitasnya tidak sekedar bersifat kuantitatif, misalnya hanya dari jumlah lokal dan gedung sekolah atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga berkenaan dengan aspek kualitas yang menyangkut manfaat dan kemampuan memanfaatkannya.
Demikian juga jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang kualitasnya sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu di lingkungan organisasi bidang pendidikan yang bersifat non profit, menurut Hadari Nawari (2005 : 47) ukuran produktivitas organisasi bidang pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Produktivitas Internal, berupa hasil yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti jumlah atau prosentase lulusan sekolah, atau jumlah gedung dan lokal yang dibangun sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
2. Produktivitas Eksternal, berupa hasil yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena bersifat kualitatif yang hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu tertentu yang cukup lama.
Masih menurut Hadari Nawawi (2005 : 47), bagi organisasi pendidikan, adaptasi manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sukses, jika menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :
1. Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus meningkat.
2. Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
3. Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat
4. Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab – sebabnya.
5. Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
7. Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan umum terus meningkat.
Berkenaan dengan kualitas dalam pengimplementasian TQM, Wayne F. Cassio dalam bukunya Hadari Nawawi mengatakan : “Quality is the extent to which product and service conform to customer requirement”. Di samping itu Cassio juga mengutip pengertian kualitas dari The Federal Quality Institute yang menyatakan “quality as meeting the customer’s requiremet the first time and every time, where costumers can be internal as wellas external to the organization”. Senada dengan itu Goetsh dan Davis seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1996) yang mengatakan : “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.
Dilihat dari pengertian kualitas yang terakhir seperti tersebut di atas, berarti kualitas di lingkungan organisasi profit ditentukan oleh pihak luar di luar organisasi yang disebut konsumen, yang selain berbeda – beda, juga selalu berubah dan berkembang secara dinamis.
Manajemen Mutu Terpadu di lingkungan suatu organisasi non profit termasuk pendidikan tidak mungkin diwujudkan jika tidak didukung dengan tersedianya sumber – sumber untuk mewujudkan kualitas proses dan hasil yang akan dicapai. Di lingkungan organisasi yang kondisinyan sehat, terdapat berbagai sumber kualitas yang dapat mendukung pengimplementasian TQM secara maksimal. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 138 – 141), beberapa di antara sumber – sumber kualitas tersebut adalah sebagai berikut :
1. Komitmen Pucuk Pimpinan (Kepala Sekolah) terhadap kualitas.
Komitmen ini sangat penting karena berpengaruh langsung pada setiap pembuatan keputusan dan kebijakan, pemilihan dan pelaksanaan program dan proyek, pemberdayaan SDM, dan pelaksanaan kontrol. Tanpa komitmen ini tidak mungkin diciptakan dan dikembangkan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen yang berorentasi pada kualitas produk dan pelayanan umum.
2. Sistem Informasi Manajemen
Sumber ini sangat penting karena usaha mengimplementasikan semua fungsi manajemen yang berkualitas, sangat tergantung pada ketersediaan informasi dan data yang akurat, cukup/lengkap dan terjamin kekiniannya sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok organiasi.
3. Sumberdaya manusia yang potensial
SDM di lingkungan sekolah sebagai aset bersifat kuantitatif dalam arti dapat dihitung jumlahnya. Disamping itu SDM juga merupakan potensi yang berkewajiban melaksanakan tugas pokok organisasi (sekolah) untuk mewujudkan eksistensinya. Kualitas pelaksanaan tugas pokok sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh SDM, baik yang telah diwujudkan dalam prestasi kerja maupun yang masih bersifat potensial dan dapat dikembangkan.
4. Keterlibatan semua Fungsi
Semua fungsi dalam organisasi sebagai sumber kualitas, sama pentingnya satu dengan yang lainnnya, yang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu semua fungsi harus dilibatkan secara maksimal, sehingga saling menunjang satu dengan yang lainnya.
5. Filsafat Perbaikan Kualitas secara Berkesinambungan
Sumber – sumber kualitas yang ada bersifat sangat mendasar, karena tergantung pada kondisi pucuk pimpinan (kepala sekolah), yang selalu menghadapi kemungkinan dipindahkan, atau dapat memohon untuk dipindahkan. Sehubungan dengan itu, realiasi TQM tidak boleh digantungkan pada individu kepala sekolah sebagai sumber kualitas, karena sikap dan perilaku individu terhadap kualitas dapat berbeda. Dengan kata lain sumber kualitas ini harus ditransformasikan pada filsafat kualitas yang berkesinambungan dalam merealisasikan TQM.
Semua sumber kualitas di lingkungan organisasi pendidikan dapat dilihat manifestasinya melalui dimensi – dimensi kualitas yang harus direalisasikan oleh pucuk pimpinan bekerja sama dengan warga sekolah yang ada dalam lingkungan tersebut. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 141), dimensi kualitas yang dimaksud adalah :
1. Dimensi Kerja Organisasi
Kinerja dalam arti unjuk perilaku dalam bekerja yang positif, merupakan gambaran konkrit dari kemampuan mendayagunakan sumber – sumber kualitas, yang berdampak pada keberhasilan mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi (sekolah).
2. Iklim Kerja
Penggunaan sumber – sumber kualitas secara intensif akan menghasilkan iklim kerja yang kondusif di lingkungan organisasi. Di dalam iklim kerja yang diwarnai kebersamaan akan terwujud kerjasama yang efektif melalui kerja di dalam tim kerja, yang saling menghargai dan menghormati pendapat, kreativitas, inisiatif dan inovasi untuk selalu meningkatkan kualitas.
3. Nilai Tambah
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif dan efisien akan memberikan nilai tambah atau keistimewaan tambahan sebagai pelengkap dalam melaksanakan tugas pokok dan hasil yang dicapai oleh organisasi. Nilai tambah ini secara kongkrit terlihat pada rasa puas dan berkurang atau hilangnya keluhan pihak yang dilayani (siswa).
4. Kesesuaian dengan Spesifikasi
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif dan efisien bermanifestasi pada kemampuan personil untuk menyesuaikan proses pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan karakteristik operasional dan standar hasilnya berdasarkan ukuran kualitas yang disepakati.
5. Kualitas Pelayanan dan Daya Tahan Hasil Pembangunan
Dampak lain yang dapat diamati dari pendayagunaan sumber – sumber kualitas yang efektif dan efisien terlihat pada peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada siswa.
6. Persepsi Masyarakat
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas yang sukses di lingkungan organisasi pendidikan dapat diketahui dari persepsi masyarakat (brand image) dalam bentuk citra dan reputasi yang positip mengenai kualitas lulusan baik yang terserap oleh lembaga pendidikan yang lebih tinggi ataupun oleh dunia kerja.
Secara singkat dapat digambarkan diagram komitmen kualitas dalam Manajemen Mutu Terpadu adalah sebagai berikut :





TQM
KOMITMEN PADA KUALITAS
PERBAIKAN KUALITAS
SECARA BERKELANJUTAN
SUMBER – SUMBER KUALITAS
FUNGSI – FUNGSI MANAJEMEN :
PERENCANAAN, PENGORGANISASIAN, PELAKSANAAN, PENGANGGARAN, KONTROL
PELAKSANAAN PEKERJAAN SECARA BERKUALITAS
HASIL :
PELAYANAN UMUM DAN PEMBANGUNAN FISIK/NON FISIK MEMUASKAN MASYARAKAT



















Diagram : Komitmen Kualitas dalam TQM
C. Tanggapan Penulis
Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu dalam bidang pendidikan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kualitas, daya saing bagi output (lulusan) dengan indikator adanya kompetensi baik intelektual maupun skill serta kompetensi sosial siswa/lulusan yang tinggi. Dalam mencapai hasil tersebut, implementasi TQM di dalam organisasi pendidikan (sekolah) perlu dilakukan dengan sebenarnya tidak dengan setengah hati. Dengan memanfaatkan semua entitas kualitas yang ada dalam organisasi maka pendidikan kita tidak akan jalan di tempat seperti saat ini. Kualitas pendidikan kita berada pada urutan 101 dan masih berada di bawah vietnam yang notabene negara tersebut dapat dikatakan baru saja merdeka dibandingkan dengan kemerdekaan bangsa kita Indonesia.
Implementasi TQM di organisasi Pendidikan khususnya negeri memang tidak mudah. Adanya hambatan dalam budaya kerja, unjuk kerja dari guru dan karyawan sangat mempengaruhi. Tidak perlu dipungkiri bahwa budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin pegawai negeri sipil di negara kita ini sangat rendah. Ini sangat mempengaruhi efektifitas implementasi TQM.
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang telah mengadopsi prinsip – prinsip TQM ternyata tidak serta merta mendongkrak peningkatan kinerja pelaksana sekolah yang implikasinya dapat meningkatkan kompetensi siswa kita.
Menurut penulis, yang paling pertama diperbaiki adalah budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin dari pelaksana sekolah (guru, karyawan dan kepala sekolah). Semuanya harus dapat memandang siswa sebagai “pelanggan”, yang harus dilayani dengan sebaik – baiknya demi kepuasan mereka. Pelaksana sekolah selalu bersemangat untuk maju, bersemangat terus untuk menambah kemampuan dan ketrampilannya yang pada akhirnya akan meningkatkan unjuk kerja mereka di hadapan siswa. Apabila semua pelaksana sekolah sudah mempunyai budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin yang tinggi, maka implementasi TQM dapat secara nyata berjalan dan akan menjadikan organisasi pendidikan (sekolah) akan semakin maju, eksis, memiliki brand image yang semakin tinggi dan pada akhirnya dapat menciptakan kader – kader bangsa yang berkualitas dan dapat disejajarkan dengan bangsa lain.
Rendahnya budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin kerja pelaksana seokolah (PNS) memang sangat dipengaruhi oleh sistem penghargaan negara (gaji) yang rendah terhadap PNS. Ini menyebabkan tidak sedikit kewajiban di organisasi pendidikan khususnya menjadi “sambilan” bagi PNS dan justru yang utama berada di kegiatan luar organisasi karena adanya tuntutan ekonomi yang semakin berat.
Angin segar telah berhembus bagi guru khususnya, dengan telah adanya UU Guru dan Dosen yang menjadi payung hukum dan menjamin peningkatan kesejahteraan Guru dan Dosen. Tetapi masih menjadi pertanyaan besar “kapan itu dilaksanakan?”, atau “ hanya meninabobokkan guru saja agar tidak berdemo?”.
Apabila UU tersebut benar dilaksanakan, apakah akan benar – benar dapat meningkatkan kinerja guru?
Pada intinya, implementasi TQM di organisasi pendidikan khususnya sekolah masih akan terasa berat. Diperlukan adanya kesungguhan dari warga sekolah secara bersama, sadar, dan berkeinginan yang kuat untuk maju.
V. KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan :
1. Manajemen Mutu Terpadu(TQM) adalah suatu sistem manajemen yang mendayagunakan sumber – sumber kualitas yang ada dalam organisasi melalui tahapan – tahapan manajemen secara terkendali untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada pelanggan secara efektif dan efisien.
2. Kesulitan penerapan TQM dalam bidang pendidikan adalah kesulitan dalam penentuan kualitas produknya (lulusan) yang lebih bersifat kualitatif.
3. Implementasi TQM di bidang pendidikan dikatakan berhasil jika dapat ditemukan ciri – ciri sebagai berikut :
a. Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus meningkat.
b. Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
c. Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat
d. Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab – sebabnya.
e. Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
f. Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
g. Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan umum terus meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Sandy Setiawan (200); “Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah Perekonomian Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis “, “INDONews (s)”indonews@indo-news.com. 24 Maret 2006
Ani M. Hasan (2003); “Pengembangan Profesional Guru di Abad Pengetahuan”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998); Total Quality Management (TQM), Andi Offset : Yogyakarta
Frietz R Tambunan (2004); “Mega Tragedi Pendidikan Nasional”, Kompas : 16 Juni 2004
Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers : Yogyakarta
Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen Sekolah di Masa Kini (1)”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006

KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM KONTEK KEARIFAN LOKAL

PENGEMBANGAN KARAKTERISTIK DAN KOMPETENSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM KONTEK KEARIFAN LOKAL

BAB I
PENDAHULUAN
1. Kearifan Lokal Dalam Pendidikan
Nilai kearifan local adalah merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya, kini banyak mulai ditinggalkan seiring dengan perkembangan jaman yang dipengaruhi kemajuan tehnologi dan derarsnya arus inforamasi yang sangat cepat membuat dunia seakan-akan tidak ada sekatnya, namun perkembangan jaman yang begitu pesat ini masih banyak nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang luhur dari para pendahulu yang masih relevan dengan kondisi-kondisi sekarang ini.
Para leluhur kita seperti Srisusuhunan Pakubuwono IV dalam serat Wulangreh-nya dapat kita jumpai ajaran-ajaran luhur , juga bapak Pendidikan Nasional kita yaitu KH. Dewantara atau R.M. Suwardi mengemukan tentang ajaran-ajaran luhur yang berkaiatan dengan perguruan Taman Siswa, dan dalam tulisan ini penulis akan mengambil salah satu ajaran yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara.
Pada saat mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa KH. Dewantara banyak sekali menghadapi banyak tantangan, karena pada saat itu Indonesia dalam cengkeraman bangsa penjajah yaitu Belanda, dengan berbagai cara pemerintah kolonial Belanda tidak menginginkan berdirinya lembaga pendidikan Taman Siswa karena bagi belanda itu merupakan sebuah ancaman yang sangat besar bagi keberadaan Belanda di Indonesia.

2. Tantangan Taman Siswa
Tantangan Tamana Siswa dari pemerintah kolonial Belanda yaitu:
membeslah semua barang-barang Taman Siswa yang dianggap tidak mau membayar pajak.
masalah tunjangan anak.
masalah pajak upah.
undang-undang sekolah liar pada tahun 1932.
Darsiti Soeratman; (1985:106)
Untuk mempertahankan eksistensi lembaga pendidikan Taman Siswa KH. Dewantara menanamkan ajaran kepada para siswa dan pamong untuk menentang pemerintah colonial Belanda, penentangan itu diwujudkan dengan ajaran –ajaran yang sangat luhur. Dengan ajaran itu ternyata mampu mempertahankan eksistensi Taman Siswa.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Ajaran KH. Dewantara
Ajaran-ajaran yang disampaikan oleh KH. Dewantara pada saat ini masih layak untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran ini muncul dengan banyaknya tantangan yang dihadapi oleh Taman Siswa pada saat itu, tantangan atau masalah yang sangat besar ketika pemerintah colonial Belanda menerapkan undang-undang sekolah liar pada tahun 1932, dengan keberadaan itu munculah ajaran yang disampaikan oleh KH. Dewantara yang ternyata mampu mempertahankan eksistensi Taman Siswa, dan ajaran itu adalah :
Tetep – Mantep – Antep
Ngandel – Kendel – Bandel – Kendel
Neng – Ning – Nung – Nang

2. Pengertian Ajaran Kearifan Lokal KH Dewantara
Tetep – Mantep – Antep
tetep atau tetap = untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan perlulah selalu dalam pekerjaan, jangan menoleh ke kanan atau ke kiri, keteguhan hati
mantep atau berbesar hati = tidak ada kekutan yang mampu menahan kita.
Antep atau berat = tidak mudah dihambat atau dipatahkan lawan, tangguh.
Ngandel – Kendel – Bandel – Kendel
Ngandel atau yakin = yakin atas penguasa Tuhan atas kekutan diri sendiri, percaya diri.
Kendel atau berani = keberanian menghidarkan rasa takut, berani atas dasar kebenaran.
bandel atau tawakal tau tahan = mampu, kuat untuk menderita, tabah, ulet.
Kendel atau tebal = meskipun menedrita tetap kuat badanya
Neng – Ning – nung – Nang
neng - meneng atau diam = mempunyai ketenteraman lahir dan batin
ning-wening atau bening = pikiran yang jernih, dapat membedakan antar yang baik dan jelek, yang benar dan salah, jujur.
Nung-hanung atau kuat, sentosa = mempunayai kemauan yang kuat untuk mencapai sesuatu.
Nang-wewenang atau menang = berhak atas usahanya.
Darsiti Soeratman; (1985:107)

3. Pemahaman Konsep Ajaran
A. Ajaran tetep – mantep – antep = dalam meraih kenginan kita harus berjalan tertib dan maju, setia terhadap dasar-dasar , harus berbesar hati dan mempunyai ketguhan hati agar tidak terpengaruh oleh kekutan yang ingin membelokan dengan demikian kita dapat dihambat oleh lawan.
B. Ajaran ngandel – kendel – bandel – kendel = orang yang mempunyai keberanian diri akan menumbuhkan rasa percaya diri, akan mudah untuk tawakal.
C. Ajaran neng – ning – nung – nang = mengajarkan kepada kita bahwa barang siapa yang bisa ‘diam’ tentu dia akan mudah berpikir jernih, lalu jadilah dia orang yang kuat kemauanya, dan akhirnya orang itu berhak atas kemenanganya, usahanya.
Darsiti Soeratman; (1985:108)
Ajaran luhur KH. Dewantara mengajarkan kepada kita untuk selalu berjalan tertib, memegang dasar-dasar , tidak mudah terpengaruh oleh kekuatan atau budaya yang belum tentu cocok dengan budaya kita, mempunyai keprcayaan diri, dapat dipercaya, berani dalam kebenaran, tawakal, jernih dalam berpikir, tidak banyak bicara, mempunyai kemauan yang kuat agar dapat meraih tujuan.

4. Ajaran Kearifan Lokal Dalam Kepemimpinan Sekolah
Pendidikan di Indonesia sekarang ini mengemban misi pemertaan pendidikan, dalam pengelola kualitas pendidikan juga mengemban tugas yang berat karena menyangkut harkat dan martabat bangsa Indonesia . Pendidikan nasional menghadapi pengaruh lingkungan eksternal, perkembangan ekonomi, budaya, politik dan ilmu dan tehnologi sehingga perlunya antisipasi untuk keperluan masa depan bangsa, perubahan paradigma baru dalam dunia pendidikan sangat diperlukan untuk menjawab perkembangan global.
Kepemimpinan dalam TQM diapandang sebagai alat dalam menerapkan manajemen mutu terpadu harus memiliki visi dan misi atau pandaangan jauh ke depan. Gaya kepemimpinan seorang kepala sekolah sangat mempengaruhi dalam mengelola sekolah tersebut, dia lebih sebagai seorang leader, untuk itu pemimpin harus :
Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa
lebih bersandar pada kerja sama dalam menjalankan tugas dibandingkan pada kekuasaan (SK).
Senantiasa selalu menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi, bukanya menciptakan ketakutan.
Senantiasaa menunjukan bagaimana cara melakukan sesuatu daripada menunjukan bahwa dia tahu sesuatu.
Senantiasa mengembangkan suasana antusias buksnys mengembangkan suasana yang menjemukan.
Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada daripada menyalaahkan kesalahanpada seseorang, bekerja dengan penuh ketangguhan bukanya ogah-ogahan karena serbaa kekurangan. ( Boediono,1998, ditulis oleh Portal Dunia Guru.com, Dunia Guru, 2007 )

5. Masalah-Masalah Dalam Pengelolaan Pendidikan
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Hanafiah, dkk adalah : pertama sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun yang dipimpin. Yang dipimpin bergerak karena perintahï atasan, bukan karena rasa tanggung jawab. Yang memimpin sebaliknya, tidak memberi kepercayaan, tidak memberi kebebasan berinisiatif, mendelegasikan wewenang.
Masalah kedua adalah tidak adanya tindak lanjut dari evaluasi program. Hampir semua program dimonitor dan dievaluasi dengan baik, Namun tindak lanjutnya tidak dilaksanakan. Akibatnya pelaksanaan pendidikan selanjutnya tidak ditandai oleh peningkatan mutu.
Masalah ketiga adalah gaya kepemimpinan yang tidak mendukung. Pada umumnya pimpinan tidak menunjukkan pengakuan dan penghargaan terhadap keberhasilan kerja stafnya. Hal ini menyebabkan staf bekerja tanpa motivasi. Masalah keempat adalah kurangnya �rasa memiliki� pada para pelaksana pendidikan. Perencanaan strategis yang kurang dipahami para pelaksana, dan komunikasi dialogis yang kurang terbuka. Prinsip �melakukan sesuatu secara benar dari awal� belum membudaya. Pelaksanaan pada umumnya akan membantu sustu kegiatan, kalau sudah ada masalah yang timbul. Hal inipun merupakan kendala yang cukup besar dalam peningkatan dan pengendalian mutu. (M. Jusuf Hanafiah dkk, 1994:8).
Kepala sekolah merupakan salah satu sumber daya sekolah yang disebut sumber daya manusia jenis manajer yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menyerasikan sumber daya manusia jenis pelaksana melalui input manajemen selebihnya agar SDM-P menggunakan jasanya untuk bercampur tangan dengan sumber daya selebihnya, sehingga proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan baik.

6. Karakteristik Kepala Sekolah Tangguh
Karakteristik kepala sekolah tangguh dapat digambarkan sebagai berikut ( Slamet,PH, 2000, ditulis Portal Guru, Dunia Guru, 2007) :
A. Memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi).
B. Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah
C. Memiliki kemampuan untuk merencanakan daan melaksanakan keputusan dengan baik.
D. Memiliki kemampuan mengambil keputusan dan terampil ( cepat, tepat, cekat, dan akurat).
E. Memiliki kemampuan memobilisasi sumber daya yang dilmiliki untuk mencapai tujuan dan mampu menggugah untuk melalakukan hal-hal yang penting dalam mencapai tujuan sekolahnya.
F. Memiliki toleransi terhadap perbedaan setiap orang.
G. Memiliki kemampuan memarangi musuh-musuh kepala sekolah yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, imitasi, arogansi, pembohong, kaku, bermuka dua dalm bersikap dan bertindak.
Kepala sekolah menggunakan "pendekatan sistem" sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus berpikir sistem (bukan unsystem), yaitu berpikir secara benar dan utuh, berpikir secara runtut (tidak meloncat-loncat), berpikir secara holistik (tidak parsial), berpikir multi-inter-lintas disiplin (tidak parosial), berpikir entropis (apa yang diubah pada komponen tertentu akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya); berpikir "sebab-akibat" (ingat ciptaan-Nya selalu berpasang-pasangan); berpikir interdipendensi dan integrasi, berpikir eklektif (kuantitatif + kualitatif), dan berpikir sinkretisme.
Kepala sekolah memiliki input manajemen yang lengkap dan jelas, yang ditunjukkan oleh kelengkapan dan kejelasan dalam tugas (apa yang harus dikerjakan, yang disertai fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, dan hak), rencana (diskripsi produk yang akan dihasilkan), program (alokasi sumberdaya untuk merealisasikan rencana), ketentuan-ketentuan/limitasi (peraturan perundang-undangan, kualifikasi, spesifikasi, metoda kerja, prosedur kerja, dsb.), pengendalian (tindakan turun tangan), dan memberikan kesan yang baik kepada anak buahnya.

7. Gaya Kepemimpinan Dalam Kontek TQM
Gaya kepemimpinan yang tepat dalam kontek TQM adalah kepemimpinan yang lebih tinggi tingkatanya, yang maksudnya adalah upaya mencari masukan dari karyawan yang diberdayakan, mempertimbangkan masukan dan bertindak berdasarkan masukan itu, jadi pemberdayaan adalah kunci dari gaya kepemimpinan ini.
Karakteristik kepemimpinan yang harus dimiliki seorang manajer agar bawahanya dapat setia kepadanya, diantaranya adalah sebagai berikut :
Rasa tanggung jawab yang besar.
Disiplin pribadi
Bersifat jujur.
Memiliki kreditbilitas yang tinggi
Menggunakan akal sehat ( common sense) sehingga dapat mneentukan kapan harus bersikap fleksibel dan kapana harus bersikap tegas.
Memiliki energi dan stamina yang tinggi.
Memegang teguh komitmen terhadap tujuan organisasi, setiap orang yang bekerja denganya, dan terhadap pengembangan pribadi dan profesionalnya secara berkesinambungan.
Setia dan tabah dalam menghadapi segala situasi, termasuk situasi yanag paling sulit.
Manajemen sekolah yang efektif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan, ada beberapa faktor yang menyebabkan mutu pendidikan rendah terletak pada unsur-unsur :
kurikulum
sumber daya ketenagaan
sarana dan fasilitas
manajemen sekolah
pembiayaan pendidikan
kepemimpinan.
Syafaruddin (2001:14)
Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas, maka penulis hanya akan mengambil satu unsure saja yaitu kepemimpinan, sebagai salah satu unsure dalam penerapan konsep pendidikan yang berdasarkan pada ajaran kearifan local yang telah penulis samapikan di atas.
Dalam upaya memperbaiki kualitas sekolah unsure kepemimpinan , dalam hal ini yang dimaksud adalah kepala sekolah, memegang peranan penting dalam menjalankan organisasinya.
` Hakikat kepemimpinan yang efektif adalah kemampuan untuk mempengaruhi atau memdorong seseorang atau sekelompok orang agar bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu sasaran dalam situasi tertentu. Allan Tucker (1992), ditulis oleh Syfaruddin (2001: 50). Dalam memimpin seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan sukarela, dengan demikian seorang kepala sekolah dituntut mempunyai kompetensi, yaitu:
visi
ketraampilan perencanaan
berpikir kritis
ketrampilan kepemimpinan
ketrampilan mempengaruhi
ketrampilan hubungan interpersonal
empati
pengembangan
percaya diri
keteguhan hati
toleransi. (Hoy dkk. 2000), ditulis oleh Syfaruddin (2001:64)
Dari beberapa kompetensi tersebut penulis hanya akan mengambil 3 kompetensi sebagai dasar untuk menjelaskan ajaran kearifan lokal yang telah ditulis di depan, yaitu :

8. Kompetensi Kepala Sekolah Dalam Kontek Kearifan lokal
Pecaya diri
Keteguhan hati
Toleransi
Kompetensi tersebut dapat penulis jabarkan sbb:
a. Percaya diri
1. kemampuan untuk merasa yakin akan potensi pribadinya
2. kemapuan mendemonstrasikan dengan tegas tanpa permusuhan
3. kemampuan menrima umpan balik
4. kemampuan menyampaikan tantangan kepada orang lain.
5. Kemampuan menyampaikan umpan balik untuk mengembangkan kepercayaan diri.
b. Keteguhan hati
1. komitmen terhadap tugas
2. kemampuan membuat strategi
3. kemampuan mengenali iklim yang diperlukan
c. Toleransi
1. kemampuan mendemonstrasikan ketabahan,ulet dalam situasi tertekan
2. kemampuan menyatakan penilaian yang sesuai.
3. Kemampuan memlihara keseimbangan antara beberapa prioritas.
4. Kemampuan menyisakaan secara efektif suatu tingkat pekerjaan
5. Kemampuan memperhitungkan tingkatan stress orang lain.
Syafaruddin, (2001:65)
Peranan pemimpin sekolah mempunyai kemampuan mengembangkan budaya mutu di sekolah, maka seorang kepala sekolah memiliki :
1. visi yang jelas
2. komitmen yang tinggi
3. kemampuan mengkomonikasikan pesan
4. kemampuan memimpin pengembangan
5. sikap teguh
6. kemampuan mengarahkan inovasi
7. kemampuan membangun kelompok kerja aktif
8. kemampuan mengevalusi dan memperbaiki

Dengan demikian keberhasilan kepala sekolah adalah kemampuan dalam menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif, yang kegiatanya yaitu dengan mempengaruhi, mengajak dan mendorong elemen sekolah untuk menjalankaan tugas masing-masing dengan komitmen yang tinngi. Kepuasan pelanggan merupakan tujuan yang utama dalam penyelenggaraan pendidikan.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ajaran tentang kearifan local merupakan asset bangsa yang perlu dilestarikan
Ajaran kearifan local sampai dengan sekarang ini masih relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam dunia pendidikan
Dalam mengelola sekolah diperlukan seorang sosok pemimpin yang mampu menjadi teladan terhadap bawahanya.
Kepala sekolah harus mempunyai sifat-sifat atau karakteristik sebagai seorang pemimpin maupun sebagai seorang manajer dalam mengelola organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.











Daftar Pustaka

Soeratman,Darsiti, 1985. Ki Hajar Dewantara, Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Syafaruddin, 2001. manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Jakarta: Grasindo
Tjiptono F, Diana A. 2001. Total Quality Management, Yogyakarta , Andi Yogyakarta.
Sallis E, 2006, Total Quality Management in Education, Jogjarta, IRciSoD
www. Portal Dunia Guru, 2007 , Artikel, Dunia Guru, 5 November 2007